Sunday, February 22, 2009

Engkau Yang Memilih Akhirnya.....

Pengarang dan pengajar internasional, Ravi Zacharias mengatakan, ”Pesan Yesus menyingkapkan bahwa setiap individu di dunia ini, apakah dia seorang yahudi, yunani atau romawi atau dari peradaban yang lain, akan mengenal Tuhan bukan karena hak kelahiran, melainkan dari sebuah pilihan sadar untuk membiarkan Dia memerintah atas hidup individu tersebut.”

Pilihan kita sering dipengaruhi oleh orang lain. Kisah nyata berikut ini mengilustrasikan bagaimana sebuah nasihat yang didasarkan atas niat baik dapat berakhir dengan tragis. Seorang pria yang sedang berada di lantai 92 di menara selatan gedung World Trade Center (WTC) New York baru saja mendengar sebuah pesawat menabrak menara utara. Terkejut karena ledakan tersebut, dia menelepon polisi untuk meminta petunjuk. “Kami perlu tahu apakah kami harus segera keluar dari gedung ini, karena kami tahu ada ledakan yang terjadi barusan,” dia berkata dengan panik di telepon.

Suara di ujung telepon menasehatinya untuk tidak melakukan evakuasi. “aku sedang menunggu pemberitahuan lebih lanjut.” “baiklah,” kata si penelepon. “Jangan melakukan evakuasi.” lalu dia menutup telepon. Kira-kira jam 09.00 pagi, sebuah pesawat yang lain menabrak lantai 80 di menara selatan. Hampir 600 orang di lantai-lantai atas tersebut tewas. Kegagalan untuk mengevakuasi isi gedung adalah salah satu tragedi terbesar hari itu.

600 orang itu tewas karena mereka bergantung kepada informasi yang salah., bahkan walaupun informasi itu diberikan oleh seseorang yang berusaha menolong. Tragedi tersebut tidak akan terjadi apabila 600 orang tersebut mendapatkan informasi yang benar.

Pilihan sadar kita tentang Yesus jelas lebih penting dibanding dengan situasi yang dihadapi korban 9/11 yang mendapat informasi salah. Kekekalan sedang dipertaruhkan. Kita dapat memilih satu dari tiga respon . Kita bisa mengabaikan dia. Kita bisa menolak dia. Atau kita bisa menerima Dia.

Alasan mengapa banyak orang menjalani kehidupan mengabaikan Tuhan adalah karena mereka terlalu sibuk menjalankan agenda kehidupan mereka sendiri. Chuck Colson adalah salah satu orang yang seperti itu. Pada usia 39, Colson telah berkantor di gedung putih. Ruangannya persis di sebelah ruang kerja Presiden Amerika Serikat. Dia adalah “pria tangguh” dari pemerintahan Richard Nixon, “manusia kapak” yang selalu dapat mengambil keputusan yang sulit. Pada tahun 1972, skandal watergate menghancurkan reputasinya dan hidupnya menjadi berantakan. Di kemudian hari dia menulis :

“Aku selalu memikirkan diriku sendiri, aku melakukan ini itu, aku telah meraih banyak hal, aku sukses, namun aku tidak pernah memberikan apa-apa untuk Tuhan karena kesuksesan itu, aku tidak pernah bersyukur kepada Tuhan. Aku tidak pernah memikirkan adanya “Otoritas Yang Lebih Tinggi” selain diriku sendiri. Jika pernah terpikir olehku ada Tuhan di atas sana, maka tidak pernah terpikir olehku untuk berhubungan denganNya.”

Banyak orang yang dapat menyamakan diri mereka dengan Colson. Sangat mudah terjebak dalam fase kehidupan yang cepat dan hanya punya sedikit atau bahkan tidak ada waktu sama sekali untuk Tuhan. Namun, dengan menolak kasih karunia pengampunan Tuhan, akan ada konsekuensi yang berat. Hutang dosa kita akan tetap ada.

Dalam kasus kriminal, hanya sedikit yang pernah mengalami pengampunan penuh. Pada tahun 1915, George Burdick, editor koran New York Tribune telah menolak untuk menyebut sumber beritanya dan karenanya melanggar hukum. Presiden Wodrow Wilson menyatakan pengampunan penuh bagi Burdick, yang secara mengejutkan ditolak olehnya. Pengadilan tinggi menyatakan bahwa sebuah pengampunan dianggap sah apabila diterima oleh terhukum. Namun demikian, Burdick tetap menolak.

Penolakan-penolakan terhadap pengampunan Kristus muncul karena beberapa hal. Beberapa menggunakan alasan intelektual, namun gagal untuk meneliti bukti-bukti yang ada. Beberapa lagi menolak untuk melihat melampaui orang-orang kristen munafik yang mereka kenal, sambil menuduh bahwa orang kristen adalah orang yang tidak mengasihi dan menyalahkan perilaku inkonsisten tersebut sebagai alasan. Namun ada juga yang menyalahkan Tuhan untuk kejadian-kejadian yang tragis dalam hidup mereka. Ravi Zacharias yang telah memberikan ceramah megenai hal ini di ratusan kampus memberikan alasan yang lebih mendalam.

“Seorang manusia menolak Tuhan, bukan karena tuntutan intelektual atau karena kurangnya bukti. Seorang manusia menolak Tuhan karena hambatan moral yang menolak kebutuhannya akan Tuhan.”

CS Lewis mengenali bahwa hasrat pribadinya untuk kebebasan moral telah menempatkannya dalam sebuah peperangan dengan Tuhan, sebuah perang yang tidak dapat dimenangkannya hanya dengan mengubah perilakunya. Lewis membandingkan penerimaan kita kepada Kristus dengan seorang musuh yang dikalahkan dan menyerahkan persenjataannya.

“Manusia yang jatuh bukanlah hanya sekedar makhluk tidak sempurna yang membutuhkan perbaikan. Dia adalah pemberontak yang harus menyerahkan persenjataannya. Menyerahkan persenjataanmu, menyerah...., mengatakan bahwa engkau meminta maaf, sadar bahwa engkau sudah berada di jalur yang salah dan siap untuk memulai sebuah kehidupan yang baru....itulah yang disebut pertobatan.”

Pertobatan adalah sebuah kata yang berarti sebuah pembalikan dramatis dari cara berpikir. Itulah yang terjadi pada “manusia kapak” setelah skandal watergate terungkap. Colson mulai memikirkan hidup dalam cara pandang yang berbeda. Dia mulai membaca buku karangan Lewis "Mere Christianity" yang diberikan oleh seorang teman. Dididik sebagai pengacara, Colson mulai mengambil sebuah buku catatan dan mulai meneliti argumen Lewis. Colson mengingat :

“Aku tahu waktunya sudah tiba bagiku...Apakah aku akan menerima Yesus sebagai Tuhan dalam kehidupanku ? Kelihatannya seperti ada sebuah gerbang besar dihadapanku yang menghalangi jalanku. Aku Tidak bisa mencari jalan lain. Aku harus melangkah masuk atau tetap berada diluar. Sebuah “mungkin” atau “aku butuh waktu lagi” mulai menggoda pikiranku.”

Setelah pergumulan batin, mantan asisten Presiden Amerika Serikat ini akhirnya menyadari bahwa Yesus Kristus layak menerima kesetiaan penuh darinya. Colson menulis :

“Jadi, pada jumat pagi, sementara aku duduk sendiri memandang lautan yang aku sukai, kata-kata keluar dari mulutku :'Tuhan Yesus, aku percaya kepadaMu, aku menerimaMu. Datanglah dalam kehidupanku. Aku menyerahkannya kepadaMu."



Colson menemukan bahwa pertanyaannya,”Siapakah diriku sebenarnya?” “Mengapa aku ada?” dan “Kemanakah aku akan pergi setelah mati?” terjawab dalam hubungan pribadinya dengan Yesus Kristus. Rasul Paulus berkata,” It is in Christ that we find out who we are and what we are living for.” (Efesus 1:11, The Message)

Ketika kita memasuki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus, Dia akan memenuhi kekosongan hati kita, memberikan kita damai sejahtera dan memuaskan hasrat kita untuk mengerti tentang arti hidup dan harapan kita. Karenanya kita tidak perlu lagi memberikan pemuasan fana yang semu dalam hidup kita. Ketika dia masuk kedalam diri kita, dia juga memuaskan keinginan dan kebutuhan terdalam kita untuk mengetahui kebenaran, kasih yang sejati dan rasa aman.

Dan hal yang lebih menakjubkan adalah bahwa Tuhan sendiri datang sebagai manusia untuk membayar lunas semua hutang kita. Sehingga kita tidak lagi berada dibawah penghukuman dosa. Paulus mengatakan dengan jelas kepada warga Roma. Ia menulis :


“Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Kolose 1:21-22

Dia memberikan kehidupan yang kekal dengan cuma-cuma – dan siapa yang menerimanya akan mendapatkannya. Pilihannya ditanganmu.

Kembalinya sang Raja. Klik disini

No comments:

Post a Comment